Berjilbab-Lah, Walaupun Engkau Belum Menjadi Wanita Sholihah
Minggu, 16 Februari 2020
Edit
Jilbab merupakan salah satu syari’at di dalam Islam. Kebutuhan akan jilbab merupakan sebuah ketentuan untuk meningkatkan martabat wanita dihadapan lawan jenis dan menghindari terjadinya maksiat yang dilarang dalam agama. Dari segi psikologi, semakin tertutup seorang wanita tersebut, semakin penasaran para pria dibuatnya.
Hal ini menyebabkan, wanita yang menjaga tubuh dan kehormatannya dari pandangan lawan jenis memiliki nilai jual yang tinggi dan menjadi harta yang berharga bagi orang yang memilikinya.
Fenomena jilbab pada masa sekarang sudah mengalami berbagai perkembangan paradigma. Pada era Orde Baru, jilbab marak digunakan sebagai praktek keagamaan bagi para muslimah yang ingin menjalani hidup secara Islami.
Pada saat ini, jilbab menjadi sebuah identitas bagi muslimah yang sudah dirancang ulang mengikuti gaya hidup dan berpakaian masyarakat yang berkembang.
Di sisi lain, paradigma tentang jilbab berkembang sebagai sebuah simbol kepribadian seseorang. Bagi generasi muda Indonesia, jilbab dianggap sebagai simbol keilmuan dan kesalehan seorang wanita.
Sebagian beranggapan bahwa wanita yang memakai jilbab adalah orang yang baik, santun dan memiliki ilmu agama yang luas, dalam makna lain wanita yang menggunakan jilbab adalah wanita yang sholihah. Benarkah demikian?
Wanita sholihah pastinya berhijab, tapi setiap yang berhijab belum tentu sholihah, karena di antara ciri istri yang sholihah adalah :
1 Menyejukkan pandangan suaminya,
2 Taat kepada suaminya dalam ketaatan kepada Allâh
3 Amanah dalam menjaga kehormatan dirinya dan suaminya.
Berhijab (berjilbab) itu termasuk salah satu komponen wanita sholihah yaitu di dalam hal amanah dalam menjaga kehormatannya dan hal ketaatannya kepada Allâh.
Hijab tidak memastikan seorang wanita pasti hatinya baik, jujur, dst. Tapi paling tidak dengan berjilbab dia menunjukkan mau patuh dengan salah satu kewajiban syariat islam. Sebaliknya, wanita yang perbuatannya dikenal baik walaupun tidak berjilbab menunjukkan dirinya ada yang bermasalah.
Entah karena faktor awam agama (yang artinya awam pula dengan berbagai hukum syariat seperti sangat wajib mentaati suami), atau tahu tapi tidak peduli dan tidak mau tahu (jika tidak peduli dengan Allah bagaimana diharapkan peduli dengan suami), ataupun tahu tapi pikirannya liberal.
Hal seperti itu terasa pentingnya ketika kebetulan sedang ribut. Saat nafsu amarah wanita memuncak, benteng terakhir yang mengendalikan sikapnya adalah kualitas agamanya.
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, maka engkau akan berbahagia.” (Muttafaq Alaihi dan Imam Lima).
عن عبد الرحمن بن عوف رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إذا صلّت المرأة خمسها، وصامت شهرها، وحفظت فرجها، وأطاعت زوجها قيل لها: ادخلي الجنة من أي أبواب الجنة شئت)). أخرجه أحمد (١).
Dari Abdurrahman bin ‘Auf r.a , beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda : Apabila seorang wanita telah melaksanakan kewajiban :
✔ shalat lima waktu,
✔ puasa ramadhan,
✔ menjaga farjinya, dan
✔ tho’at/menurut pada suaminya,
maka dikatakan kepadanya : ” Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun kau suka “.